Kenapa penyakit mematikan yang sempat hilang di tahun 1990 itu kembali mengganas di penghujung tahun 2017?
Hanya dalam tempo 11 bulan (Januari-November 2017), paling tidak ditemukan sebanyak 593 kasus difteri di Indonesia.
Di Jawa Barat saja meledak 123 kasus dengan 13 kematian, di Banten 63 kasus dengan 9 kematian, dan di DKI Jakarta ada 22 kasus yang dilaporkan.
Sebenarnya difteri itu apa, sih?
Difteri merupakan penyakit yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium Diphteriae yang menyerang saluran pernapasan. Gejalanya adalah sakit tenggorokan dan suara serak, sakit menelan, demam, menggigil, pembengkakan pada kelenjar limfe, timbul selaput putih kebiruan -pseudomembran - pada tenggorokan. Komplikasi yang ditimbulkan bisa berupa gangguan pernapasan, gagal jantung, kerusakan syaraf, dan kematian.
Penyakit ini merupakan penyakit berbahaya dan mudah menular. Ia mampu masuk ke dalam tubuh melalui udara ketika orang batuk, bersin, atau berbicara. Bahkan bisa juga ditularkan jika kontak langsung dengan penderita melalui cairan yang dikeluarkan oleh saluran pencernaan lendir atau ludah, dan luka kulit. Benda yang terkontaminasi bakteri juga bisa ikut menularkan bakteri, lho! Misalnya melalui alat makan, alat minum, dan handuk.
Difteri menjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) karena bisa menyerang siapa pun tidak memandang batasan umur. Walaupun sebagian besar menyerang anak-anak, terutama anak di bawah usia 5 tahun, difteri juga bisa menyerang orang dewasa. Ia juga bisa muncul setiap saat tak terbatas pada musim tertentu.
Kembali Muncul
Sebenarnya, seiring meningkatnya taraf kesehatan masyarakat Indonesia dengan berbagai program pencegahan penyakit seperti imunisasi, beberapa penyakit sudah berhasil dieliminasi, salah satunya adalah difteri. Difteri adalah penyakit lama, yang sudah lama hilang sejak tahun 1990.
Lalu kenapa penyakit yang sudah dinyatakan hilang kembali menyerang masyarakat kita?
Kemungkinan terbesar karena ada pihak yang menularkan, yakni mereka yang tidak pernah mendapatkan imunisasi difteri sama sekali sehingga tubuhnya tidak dapat membentuk anti bodi yang mampu melawan virus. Atau bisa juga disebabkan imunisasi yang diterima tidak lengkap sehingga mengakibatkan kekebalan yang terbentuk belum sempurna dan mudah terkena penyakit difteri tersebut. Seyogianya bayi harus mendapat imunisasi difteri sebanyak tiga kali dan diulang pada usia balita dan anak sekolah.
Virus difteri juga dapat kembali muncul akibat kegagalan imunisasi. Si penerima gagal membentuk kekebalan tubuh karena beberapa sebab. Seperti vaksin yang rusak karena faktor penyimpanan dan pemeliharaan yang salah, prosedur pemberian yang tidak sesuai standar, atau vaksin palsu.
Dengan munculnya KLB Difteri ini, ada juga yang beranggapan bahwa imunisasi tidak tepat sasaran. Apa, iya?
Dirjen Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Kemenkes dr. M. Subuh mengatakan cakupan imunisasi tetap mencapai sasaran. Pada 2016, immunization coverage sudah rata-rata 92%, 2015 rata-rata 91%, dan 2014 rata-rata 90,5%. Dari hasil persentase ini Subuh sangat yakin bahwa imunisasi sudah mencapai sasaran.
"Adanya KLB difteri tidak berarti imunisasi gagal, justru harus menguatkan program imunisasi rutin," katanya.
Melawan Difteri
Untuk meredam penyebaran difteri, pemerintah pun meluncurkan program ORI (Outbreak Response Immunization) difteri di tiga provinsi di Indonesia, yaitu Jawa Barat, DKI Jakarta dan Banten untuk memutus rantai penularan guna mencegah meluasnya penyakit difteri. Program tersebut dilakukan dengan memberikan imunisasi yang mengandung vaksin difteri, untuk anak usia 1-19 tahun.
Apa saja vaksinnya?
DTP-HB-Hib (Difteri Tetanus Pertusis-Hepatitis B-Haemaphylus Influenza Type B) untuk anak usia 1-5 tahun, DT (Difteri Tetanus) untuk anak usia 5-7 tahun dan Td (Tetanus difteri) untuk anak usia 7-19 tahun. Sedangkan untuk penderita difteri, disiapkan Anti Difteri Serum (ADS).
DTP-HB-Hib (Difteri Tetanus Pertusis-Hepatitis B-Haemaphylus Influenza Type B) untuk anak usia 1-5 tahun, DT (Difteri Tetanus) untuk anak usia 5-7 tahun dan Td (Tetanus difteri) untuk anak usia 7-19 tahun. Sedangkan untuk penderita difteri, disiapkan Anti Difteri Serum (ADS).
Apakah vaksin hanya dikhususkan untuk anak-anak? Tentu tidak.
Orang dewasa juga memerlukan vaksin difteri, lho. Sangat memungkinkan seseorang yang sudah disuntik difteri saat kecil akan terserang lagi saat dewasa. Hal tersebut dikarenakan menurunnya kekebalan tubuh terhadap penyakit difteri, mengingat vaksin difteri hanya mampu memberikan perlindungan selama 10 tahun.
Vaksin yang diberikan untuk orang dewasa berbeda dengan anak-anak. Vaksin difteri dewasa menggunakan vaksin Td/Tdap. Pemberiannya pun dibedakan menjadi dua jenis. Untuk orang dewasa yang belum pernah mendapat vaksinasi, harus divaksin tiga kali. Sedangkan yang sudah pernah divaksin, maka hanya divaksin sekali.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar